Jumat, 16 Desember 2011

Sisi lain para pengendara selain Transporter



Drive

Jika anda mencari seorang montir, pembalap atau stuntman handal, atau mungkin anda merencanakan sebuah pelarian setelah melakukan kejahatan maka sosok pria satu ini jelas bisa diandalkan, seperti kata bosnya, Shannon (Bryan Cranston), “This kid is special”. Ya, Driver (begitulah ia dipanggil) memang spesial. Laki-laki muda ini adalah tipikal orang yang menjunjung tinggi paham ‘talk less do more’. Ia pendiam, dingin dan tertutup,  jarang mau berbicara dengan orang lain jika dirasa tidak perlu, tapi ia akan selalu melakukan setiap tugas yang diberikan dengan baik. Dan suatu saat ia harus terlibat dalam sebuah misi untuk menyelamatkan Standard (Oscar Isaac), suami dari tetangganya, Irene (Carey Mulligan), ibu muda satu anak yang juga disukainya. Sayang misi perampokan rumah gadai itu berakhir buruk, membuat dirinya kemudian terjebak dalam masalah besar.


Kisah tentang seorang supir jagoan yang kemudian terjebak dalam masalah serius karena jatuh hati dengan seorang wanita, ya, klise memang, Dan seperti ulasan di sebuah majalah, dengan premis seperti itu Drive bisa saja menjadi lanjutan dari franchise Transporter atau Fast and Furious, atau yang lebih parah, action kelas B, tapi ketika mendengar bahwa Drive mampu membuat para kritikus di ajang Cannes bisa bersorak kegirangan, anda harusnya sudah mengetahui bahwa ini bukan film aksi sembarangan, tidak percaya? Tunggu saja setelah 10 menit setelah sutradara arthouse asal Denmark, Nicolas Winding Refn memperkenalkan kita kepada Driver yang membawa dua ‘penumpangnya’ melarikan diri, melakukan permainan ‘petak umpet’ dengan aparat berwajib melalui jalan-jalan temaran kota L.A , anda akan menemukan opening credit yang tidak biasa, dihiasi dengan tulisan bewarna merah jambu terang dengan iring-iringan musik  europop seperti  kebanyakan film-film aksi 80an, dari titik ini Drive ini kembali menegaskan bahwa ia memang bukan film aksi konvensional.

Sebelum Drive, Valhalla Rising adalah  satu-satunya film Refn yang pernah saya tonton, film yang bagus, tapi jujur sangat berat untuk dikonsumsi, sebuah arthouse medieval yang rumit, sureal sekaligus indah. Dan beruntung saja Drive tidak berakhir seperti itu. Seperti yang sudah saya katakan di atas, ia memiliki premis yang sebenarnya klise, walaupun pada kenyataannya kisahnya sendiri sudah digubah oleh Hossein Amini dari novel berjudul sama karangan James Sallis, tapi menjadi luar biasa ketika Refn menyugguhkan Drive dengan teknis sinematik tingkat tinggi, mendobrak segala aturan-aturan Hollywood, termasuk  memberikannya pengaruh old school yang kental pada setiap framenya, tidak hanya itu Hossein Amini juga cukup cerdas meramu segala keklisean premisnya menjadi sebuah sugguhan aksi drama yang efektif, tidak seperti aksi-aksi heroik ala Hollywood yang kemudian menekankan semua aksi dasarnya pada letupan-letupan dan chaos dimana-mana, jadi meskipun walaupun terasa lambat ia tidak pernah mencapai titik membosankan, belum lagi ditambah munculnya sub-plot romansa antara Driver dan Irene yang menjadi pemicu terjadinya konflik utama serta  beberapa kejutan menarik dalam perjalannya menuju finish nanti.


Saya menyukai bagaimana Refn ‘bermain-main’ dengan kamerannya, menciptakan sudut pandang tidak bisa, pencahayaan kontras antara siang dan malam, pantulan-pantulan bayangan, sampai pemandangan kota L.A yang diambil dari atas bukan hanya mempesona namun juga sarat emosi. Refn tidak pernah membiarkan filmnya terjebak dalam dialog yang terlalu panjang, sebaliknya ia memilih bentuk komunikasi ‘sunyi’ yang hanya mengandalkan tatapan mata atau senyuman kecil penuh makna, lihat saja adegan romantis disaat Driver menatap tulus Irene, atau disaat ibu muda itu memengang lembut tangan sang ‘supir’, atau adegan lift yang juga menjadi adegan paling hebat dan paling romantis disini. Ya, dari momen-momen itu kita tahu baha Refn memang sangat lihai mengeksploriasi emosi manusia yang terpancar dari raut wajah dan bahasa tubuh mereka tanpa menjadi terlalu sentimentil.


Seberapapun artistiknya film ini tersanji, Refin juga tidak pernah melupakan bahwa Drive adalah sebuah film aksi, dan untuk menegaskannya ia memasukan beberapa sekuens pemacu adrenalin didalamnya, tidak banyak memang, namun semuanya digarap rapi dan begitu efektif memberi sebuah ketengangan yang mengasyikan, dari mulai kebut-kebutan jalan raya yang memperlihatkan kelihaian Driver mengemudi sampai adegan kepala pecah ala Gaspar Noé yang sadis dan berdarah-darah, semua ini kemudian masih dibungkus oleh scoring dan soundtrack yang tidak kalah kuatnya dari Cliff Martinez.

Dan untuk melengkapi ‘suku cadang’ dari ‘mesin’ Drive maka ada  jajaran pemainnnya yang solid, dan diantara semuanya Ryan Gosling adalah bintang utama disini. Ya, Gosling membawakan perannya dengan sangat baik, karakternya yang sedingin es, nyaris tanpa emosi dari luar itu terpancar kuat dari tatapan matanya yang tajam, tanpa latar belakang ia bak seorang anti-hero karismatik-misetrius yang tidak pernah tanggung-tanggung bergerak, namun disisi lain Refn juga memberinya kehangatan dan cinta dibalik permukaannya yang keras itu disaat ia bertemu dengan Irene, karakter ibu muda tabah yang juga dimainkan apik oleh Carey Mulligan. Jika ada yang bisa menandingi pesona Gosling disini mungkin itu adalah seorang Albert Brooks yang memerankan Bernie Rose. si bos mafia.

Sepertinya saya tidak terlalu berlebih menobatkan Drive sebagai salah satu yang terbaik tahun ini. Nicolas Winding Refn sudah membuat film aksi cerdas, artistik, brutal dan juga begitu emosional dengan gayanya sendiri yang tidak biasa dan menyegarkan ditengah hamparan mainstream Hollywood yang selama ini menawarkan sesuatu yang itu-itu saja, dan bukan hanya itu, Refn juga telah melahirkan sosok anti-hero baru dalam diri Ryan Gosling, sebagai seorang supir jagoan yang tidak hanya keren, tapi juga tidak pernah tanggung-tanggung dalam menjalankan aksinya.
Share

0 komentar: