Jumat, 16 Desember 2011

Penonton kuciwa....


Dream House (2011)


Will Atenton (Daniel Craig), publisher buku terkenal memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya yang menjanjikan. Semuanya dilakukan untuk memberikan perhatian lebih besar kepada keluarganya. Maka kemudian ia membeli sebuah rumah sederhana yang terletak  di pinggir kota New Englad yang tenang dan sepi untuk memulai kembali hidupnya bersama istrinya tercintanya, Libby (Rachel Weisz) dan dua putri kecilnya sembari merintis karir baru sebagai penulis novel. Yang kemudian tidak diketahui oleh Will dan keluarganya, adalah rumah impian mereka itu rupanya menyimpan sebuah sejarah kelam dibalik aroma cat baru, kehangatan perapian dan ruang-ruang nyamannya. Ya, ada cerita tentang pembunuhan mengerikan yang terjadi pada pemilik sebelumnya termasuk  misteri mengejutkan, dan sepertinya hanya Ann Paterson (Naomi Watts), tetangga mereka yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di rumah itu.


Dream House awalnya sangat menjanjikan sebagai prototype keluarga bahagia modern yang akan mulai memasuki masa mencekam. Ada pasangan suami istri Daniel Craig dan Rachel Weisz yang mengawali kisah asmara mereka disini, keduanya ditemani Naomi Watts untuk membintangi film terbaru milik sutradara sekaliber Jim Sheridan. Yap, dengan berbekal jajaran cast kelas ‘A’ dan sutradara sehebat itu Dream House seharusnya memiliki potensi untuk menjadi tontonan horor-thriller misteri psikologis yang bagus; tidak peduli bahwa ia adalah debut penyutradaraan horor buat Sheridan yang selama ini kebanyakan menggarap genre drama, atau mungkin premisnya yang terlihat pasaran, pastinya saya sudah terlanjur berharap banyak Dream House akan se-berkualitas karya Sheridan yang lain, sayang hal itu tidak terjadi.


Dream House memang mengecewakan, padahal ia dibuka dengan meyakinkan dengan aroma kehangatan drama keluarga kental khas Sheridan yang dihadirkan bak sebuah mimpi bersama, chemistry kuat antara Craig-Weiz plus dua aktris ciliknya yang mengemaskan,  namun pada perjalanannya ia kedodoran dan terus mengalami penurunan kualitas hingga berakhirnya nanti. Naskahya membingungkan, seperti tidak tahu mau berjalan ke arah mana, apa mau memfokuskan kepada konflik psikologis karakter Craig atau masalah rumah ‘angker’ itu? Tidak ada ketegangan yang terlalu berarti layaknya sebuah film thriller, penonton dibuat bingung membedakan antara kenyataan dan halusinasi karena semuanya bercampur aduk tidak jelas tanpa batasan yang jelas, bahkan keberadaan twist yang diselipkan di pertengahan film pun terasa ‘basi’, menghancurkan beberapa ide yang sebenarnya menarik. Ya, saya jamin untuk twist itu anda dengan mudah menebaknya sejak menit awal bergulir karena Sheridan terlalu mudah memberikan petunjuk-petunjuknya dan kemudian menjawabnya seendiri, seakan-akan ia menganggap penontonnya seperti orang yang harus dituntun untuk mencari jawabannya.

Ini mungkin yang terburuk dari Sheridan, tapi hasilnya bisa jadi akan berbeda andai saja pihak Morgan Creek tidak pernah turut campur tangan dalam urusan naskahnya. Ya, konon terjadi perselisihan antara Sheridan dan Morgan Creek selaku studio produksi yang berujung dengan tidak pernah digunakannya naskah Sheridan yang dirasa tidak komersil itu. Ironisnya perubahan yang dilakukan sepihak tersebut ternyata juga tidak membuahkan hasil berarti, selain filmnya sendiri banyak dicerca di sana sini termasuk oleh Sheridan, Craig dan Weisz sendiri yang sampai-sampai tidak mau mempromosikannya,  hasilnya box-offiicenya pun anjlok, menjadikannya salah satu horor-thriller paling mengecewakan tahun ini.

Share

0 komentar: