Sabtu, 26 November 2011

Itu Kawan Bukan Lawan, Students !!


Semua kembali ke tema awal STOP BuLLYing

Resensi sepotong Langit Biru. Film Langit Biru yang baru rilis tanggal 17 November 2011 ini hadir di tengah maraknya kasus Bullying yang terjadi di sekolah-sekolah, dari SMA hingga tingkat SD sekalipun. Mengangkat tema yang sama juga, yaitu tentang kekerasan yang terjadi di sekolah-sekolah, penonton seakan diingatkan kembali bahwa kasus kekerasan seperti ini belum tuntas diberantas sampai ke akar-akarnya.

Dengan tema anti bullying dan anti kekerasan yang ingin dibawakan film ini, Melissa Karim mampu memulai jalan cerita film ini dengan cukup baik. Pada awalnya memperkenalkan tiga karakter protagonis utama yang menjadi fokus jalan cerita film ini, bagaimana latar belakang kehidupan mereka serta bagaimana keseharian mereka dimulai, Langit Biru juga secara perlahan mulai memasukkan konflik yang dihadapi oleh Biru, Amanda dan Tomtim dengan Bruno dan teman-temannya. Dirangkai dalam sebuah jalinan cerita yang memiliki ikatan unsur hiburan yang kuat, serta semakin dipermanis dengan lagu-lagu yang terdengar cukup catchy dan ditampilkan dengan menggunakan tata koreografi yang menarik, bagian perkenalan awal penonton terhadap kisah awal Langit Biru harus diakui akan meninggalkan cukup banyak kesan.
Ratnakanya Pinandita yang berperan sebagai Biru adalah sosok yang membuat kita sadar bahwa tindak kekerasan di sekolah, sekecil apapun itu tindakannya tidak dibenarkan. Film ini menceritakan mengenai tindakan Bruno yang diperankan oleh Cody Mcclendon salah satu murid yang paling ditakuti di sekolah yang selalu berbuat kasar kepada teman-temannya, salah satunya Tomtim, sahabat Biru. Bruno memiliki peran penting dalam film ini karena Ia-lah yang sebenarnya menjadi objek dari film ini. Tindakan-tindakan kasarnya itulah yang membuat Biru, Tom-tim, dan Amanda tertarik untuk mengangkatnya menjadi bahan presentasi tugas sekolah.

Dalam Langit Biru, Tomtim (Jeje Soekarno) merupakan seorang anak laki-laki yang memiliki bakat luar biasa dalam hal menggambar. Dalam kesehariannya, Tomtim dapat ditemui sedang berkumpul bersama dua sahabatnya, Biru (Ratnakanya) dan Amanda (Beby Natalie). Selalu menghabiskan kesehariannya dengan dua teman perempuannya, Tomtim kemudian menjadi sasaran bulan-bulanan Bruno (Cody McClendon) di sekolahnya. Yang lebih parah, Tomtim sama sekali tidak memiliki keberanian untuk melawan dan seringkali menunggu untuk ‘diselamatkan’ dan dibela terlebih dahulu oleh teman perempuannya, Biru.

Bruno memiliki genk cowok macho yang terdiri atas Samuel, Jason, dan Erlangga. Mereka merasa kalau genk mereka adalah genk yang paling kuat dan benar. Padahal mereka tidak pernah tahu bahwa sebenarnya tindakan-tindakan bully mereka sangat mengganggu ketenangan teman-teman yang lain. Di sini Brunolah yang menjadi sorotan karena memang dialah pemimpin genk ini. Tomtim bukanlah satu-satunya korban kejahilan dan kenakalan Bruno beserta tiga teman akrabnya, Jason (Patton Otlivio), Samuel (Nathan Carol) dan Erlangga (Jonathan Prasetyo). Di sekolahnya, keempat anak ini memang dikenal sebagai biang permasalahan. Merasa tidak tahan lagi melihat perlakuan Bruno dan teman-temannya, Biru akhirnya mengusulkan pada Amanda dan Tomtim untuk memanfaatkan sebuah proyek yang diberikan guru mereka, Miss Dewi (Becky Tumewu), untuk mengungkap semua seluruh tindak-tanduk kenakalan Bruno di sekolah.

Biru, Amanda dan Tomtim memang dapat dengan mudah untuk merekam seluruh perbuatan nakal Bruno dan teman-temannya di sekolah. Namun, ketika mereka berusaha untuk memasuki kehidupan Bruno lebih mendalam, sebuah kenangan pahit yang telah lama disimpan oleh Bruno rapat-rapat pun akhirnya mulai terbuka. Gayanya yang urakan dan ‘bengis’ ternyata berbanding 180 derajat dengan sikapnya ketika di rumah. Ternyata Bruno adalah anak yang patuh terhadap ibunya –karena ayahnya sudah meninggal dan ia pun sangat sangat terhadap adiknya, Holly yang menderita Down Syndrome. Hal tersebut membuat Bruno dan Ibunya harus bergantian menjaga Holly. Perbedaan sikap Bruno ini akhirnya diketahui oleh Biru dan kawan-kawan karena mereka selalu mengikuti Bruno sampai ke rumahnya. Tidak hanya itu, ternyata Bruno adalah kakak pembimbing atau pelatih dance di tempat dance Brandon, adik Amanda. Dari testimony pelatih yang lain dan Brandon, diketahuilah bahwa sikap Bruno tidaklah sama dengan sikapnya di sekolah.

Sayangnya, hal tersebut tidak begitu bertahan terlalu lama. Seiring dengan berjalannya cerita film ini, Langit Biru kemudian memperdalam lagi latar belakang kehidupan setiap karakter yang hadir di dalam jalan ceritanya. Semakin banyak intrik cerita dan semakin banyak kehadiran karakter-karakter pendukung. Secara perlahan, beberapa karakter yang tadinya hadir dalam porsi yang cukup banyak menghilang dan digantikan oleh kisah-kisah yang datang dari karakter pendukung. Disinilah pola penceritan Langit Biru terasa begitu terpecah. Masuknya beberapa plot cerita tambahan yang sama sekali tidak terkait dengan plot cerita utama – seperti keikutsertaan karakter adik Amanda, Brandon (Brandon De Angelo), dalam sebuah kontes menari yang ditampilkan secara panjang atau kisah romansa ramaja yang mulai tumbuh antara karakter Amanda dengan karakter Jason – juga membuat penceritaan Langit Biru terasa semakin bertele-tele.

Karakter-karakter anak yang terdapat di dalam jalan cerita Langit Biru diperankan oleh aktor dan aktris muda yang mungkin belum pernah atau masih minim mendalami dunia akting. Untungnya, di bawah pengarahan sutradara Lasja F. Susatyo, para aktor dan aktris muda tersebut tampil cukup maksimal, baik ketika berusaha untuk menghidupkan peran mereka, mengucapkan barisan-barisan dialog yang harus mereka ucapkan atau menampilkan koreografi dari lagu-lagu yang mereka tampilkan. Ratnakanya yang berperan sebagai Biru tampil dengan kemampuan akting yang paling maksimal ketika ia berhasil mengeksplorasi seluruh emosi yang harus dijalani karakter yang ia perankan. Pun begitu, beberapa kali masih terasa tercipta suasana awkward yang dapat dirasakan dalam permainan akting setiap aktor dan aktris muda tersebut, walaupun hal tersebut sama sekali tidak dapar dianggap sebagai sebuah masalah yang besar dan mengganggu. Departemen akting Langit Biru juga diperkuat oleh penampilan aktor dan aktris senior seperti Ari Wibowo, Donna Harun hingga Ira Duaty juga cukup mampu menambah kokoh kekuatan penampilan akting di film ini.

Tidak seperti kebanyakan film musikal anak Indonesia lainnya – yang terlihat kesulitan untuk menyeimbangkan antara penceritaan drama dan penceritaan musikal di dalam jalan ceritanya – Lasja F. Susatyo berhasil menampilkan elemen musikal pada Langit Biru dengan menarik dan dalam porsi yang cukup, tidak kurang dan tidak berlebihan. Lagu-lagu yang ditampilkan secara keseluruhan juga menarik, dan semakin terkesan catchy setelah ditampilkan dalam balutan koreografi yang handal. Kekurangan Langit Biru memang terletak pada naskah ceritanya yang bergerak semakin melebar seiring berjalannya cerita film ini. Hasilnya, dengan tema tunggal yang sebenarnya telah diemban semenjak awal, penceritaan Langit Biru malah berakhir dengan kesam bertele-tele. Pun begitu, Langit Biru masih cukup menarik untuk disimak, khususnya dengan adanya dukungan akting para pemerannya yang tidak mengecewakan serta kualitas tata produksi yang mampu menghasilkan tata gambar dan suara yang meyakinkan.

Secara garis besar cerita ini sangat mudah diterima dan sangat menghibur. Banyak pesan penting yang terkandung di dalamnya. Salah satunya adalah Stop Bullying, kawan itu bukan lawan, tetapi orang yang dapat dijadikan tempat untuk berbagi masalah, kesulitan, maupun kesenangan. Satu lagi, entah mengapa menonton film ini mata saya tidak habis-habisnya menahan airmata. Ada beberapa adegan yang ‘menyentil’ mata. Salah satunya adalah ketika Biru selalu mengingat masa-masa indahnya dengan Sang Ibu –yang sudah meninggal ketika masih kecil. Saya sangat bersyukur masih memiliki orangtua yang lengkap meskipun hingga kini masih saja belum mampu membahagiakan keduanya.

Share

"alangkah lucunya negeri ini..."


Muluk yang tidak muluk-muluk

Indonesia memiliki seorang pemuda bernama Muluk. Siapa itu? Muluk, seorang sarjana yang telah lulus dua tahun lalu dari jurusan manajemen tetapi masih pengangguran padahal ia ingin membanggakan ayahnya yang telah mengkuliahkannya dan membesarkannya. Melamar pekerjan kesana kemari dengan ijazah sarjananya hingga…. suatu hari ia tidak sengaja memergoki anak jalanan yang sedang mencopet. Hati Muluk tergerak untuk mengenal lebih jauh tentang sang pencopet. Mulukpun berkenalan dengan pencopet itu. Namanya “Komet”. Mulukpun mengetahui bahwa  banyak anak-anak sebaya Komet masih berprofesi sebagai pencopet dan terus tumbuh sebagai pencopet di kemudian harinya. Akhirnya Muluk mempunyai ide, ia menawarkan diri pada Jarot sang pengelola anak-anak jalanan setipikal Komet untuk mengelola keuangan para pencopet cilik seperti Komet. Dimana sisi kelucuannya? Sepuluh persen dari hasil copet “haram” yang didapat sebagai penghasilan para pencopet jalanan akan dikelola menjadi sesuatu yang “halal”. Layaknya ide sang Robin Hood.

Pemikirannya sederhana… bagaimana mengubah penghasilan haram menjadi pekerjaan halal agar para pencopet cilik mau mengubah kebiasaan copet mereka menjadi pengasong. Selain itu Muluk ingin menjadikan para pencopet sebagai kelompok terpelajar dan beriman alias memiliki agama yang jadi pegangannya. Lama kelamaan Muluk mengajak temannya Pipit, anak pak Haji yang memiliki basic pendidikan agama memadai sebagai guru ngaji dan Syamsul, seorang sarjana pendidikan yang senang main kartu di poskamling kampung sebagai guru membaca. Mereka ingin mengubah pola pikir anak-anak pencopet itu agar tak lagi mencopet dan menjadi manusia yang lebih bermartabat, berahlak dan beragama. Dibalik semua pekerjaan itu, mereka bertiga berbohong dengan orangtua masing-masing tentang pekerjaannya yang didapat dari penghasilan haram para pencopet cilik.

Permasalahan akhirnya muncul saat Pak Makbul ayah Muluk, Haji Rohmat ayah Pipit dan Haji Sarbini calon mertua Muluk bersikeras hendak melihat tempat kerja Muluk, Pipit dan Syamsul. Mereka terkejut mengetahui bahwa anak-anak mereka bekerja untu para pencopet cilik dan makanan serta minuman yang selama ini mereka makan sebagai penghasilan anak-anak mereka berasal dari uang haram. Kecewa dan sedih. Apalagi selama ini mereka mendidik putra-putri mereka dengan agama dan pendidikan terbaik yang bisa mereka siapkan. Muluk, Pipit dan Syamsul hanya tertunduk. Mereka merasa bersalah. Dengan terpaksa mereka berhenti mengajar pencopet-pencopet cilik tersebut dan berusaha agar mencari penghasilan dari pekerjaan yang halalan tayyiban.

Selang beberapa masa kemudian….. Suatu hari Muluk sedang belajar menyetir untuk menjadi awal baginya mencari pekerjaan yang halal. Tanpa dinyana Muluk bertemu Komet dan teman-temannya yang telah mengubah pofesinya dari pencopet menjadi pengasong. Komet dan teman-temannya sedang asyik mengasong. Mulukpun bangga kepada mereka yang mengubah stigma pemikiran dari pencopet menjadi pedagang asongan.. sayangnya film ini diakhiri dengan semua kisah sedih yang harus Anda saksikan sendiri.

Film yang sangat menghibur dan memiliki pesan moral yang baik bagi penonton. Film yang menceritakan keadaan sesungguhnya di negeri kita ini. Sayangnya pada cerita cantik ini sepertinya tidak ada penyelesaian masalah yang terjadi di dalamnya. Tapi semuanya menjadi tujuan sutradara yang menginginkan kita menjadikan film ini sebagai perenungan untuk mengambil langkah lebih lanjut. Dimanakah peran kita dalam realitas itu? Karena realitas dalam film ini menunjukkan bahwa tidak semua pencopet cilik menjadi pedagang asongan dan seorang Muluk bukan hanya belum mendapat pekerjaan, terlebih lagi dia tertangkap oleh petugas satpol PP. Renungkanlah… Semua ini dan semua realitas dalam film ini mungkin memang sudah sesuai dengan judul “Alangkah lucunya negeri ini”. Indonesiaku yang lucu.



Bahan perenungan.....
Share

Jumat, 25 November 2011

MUSTAQIM

Translated version of The adoption of centralized customer service systems(3).pdf

Halaman 1
Penerapan sistem layanan pelanggan terpusat: Sebuah survei pemerintah daerah Christopher G. Reddick University of Texas di San Antonio, Departemen Administrasi Publik, 501 Barat Durango Blvd, San Antonio, TX 78207, USA. abstrak articleinfo Tersedia online 2 Oktober 2008 Penelitian ini mengkaji penerapan sistem layanan pelanggan terpusat di pemerintah daerah di Amerika Serikat. Data survei yang digunakan untuk menunjukkan hubungan antara faktor yang berbeda dari E-Government adopsi dan pelaksanaan ini teknologi informasi (TI). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adopsi sistem pelayanan pelanggan terpusat adalah terkait dengan bentuk pemerintahan bahwa pemerintah lokal telah dan yang terletak di pusat kota. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kecanggihan dari pemerintah daerah situs ini terkait dengan penerapan sistem layanan pelanggan terpusat. Hasil penelitian ini tidak mendukung klaim bahwa kota-kota besar lebih cenderung menjadi pengadopsi dari jenis TI. Hasil lain menunjukkan bahwa hanya 15% dari pemerintah daerah telah mengadopsi TI. Sistem informasi ini baik-terintegrasi dengan ada komunikasi metode online seperti email dan internet. Informasi dari TI umum digunakan oleh pemerintah daerah untuk manajemen kinerja dan pengembangan anggaran. © 2008 Elsevier Inc All rights reserved. 1. Pengantar Studi tentang penerapan Teknologi Informasi (TI) dalam sektor publik memiliki sejarah panjang dalam literatur administrasi publik ( Brudney & Selden, 1995; Perry & Kraemer, 1979 ). Banyak dari awal studi telah memeriksa adopsi komputer di sektor publik tempat kerja ( Perry & Danziger, 1980; Perry & Kraemer, 1979 ). Dengan komersialisasi internet di akhir 1990-an, banyak penelitian memeriksa faktor pemerintahan elektronik atau e-Government adopsi tion ( Brown, 2007; Bulan & Norris, 2005; Barat, 2004 ). Studi ini adalah dalam bahwa tradisi, tetapi memeriksa sistem layanan pelanggan terpusat sebagai yang penting segi E-Government adopsi. Artikel ini berlaku literatur di E-Government adopsi dan teknologi inovasi- tion untuk menentukan dampaknya pada difusi layanan pelanggan sistem informasi. Penelitian ini menguji bukti-bukti survei pada perusahaan adopsi di pemerintah daerah di Amerika Serikat. Definisi sistem layanan pelanggan yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-darurat layanan pelanggan program yang memusatkan kontak dari masyarakat ke dalam satu sistem. Beberapa program akan mengkonsolidasikan ada nomor telepon layanan ke dalam satu nomor tunggal ("311" atau jumlah tertentu 7-digit hotline), sedangkan beberapa program beroperasi dengan panggilan yang dilakukan ke nomor telepon agen. Semua rute telepon sistem panggilan dan bentuk lain dari kontak (seperti internet dan email) dari masyarakat ke dalam sistem layanan pelanggan informasi terpusat. Pada dasarnya, sistem informasi yang dapat mengintegrasikan dif- ferent departemen dan memusatkan permintaan layanan pelanggan. Harapan sistem ini untuk memecah silo informasi dissemina- tion dalam organisasi sektor publik. Sebagian besar sistem ini juga terintegrasi dengan saluran komunikasi lainnya seperti internet dan email. Teknologi ini adalah salah satu langkah lebih dekat untuk membuat sektor publik organisasi yang lebih warga negara-sentris dengan berfokus pada kebutuhan warga negara ' daripada apa informasi dan departemen layanan menyediakan. Dalam rangka untuk memeriksa penerapan TI ini di sektor publik organisasi artikel ini pertama memeriksa literatur yang ada pada adopsi E-Government dan inovasi teknologi untuk menentukan apa faktor kunci yang menjelaskan difusi nya adalah. Hal ini diikuti dengan diskusi tentang hasil survei di adopsi dari terpusat CU- gan APC sistem pelayanan pemerintah daerah. Beberapa hipotesis dikembangkan dan diuji untuk menentukan apa faktor-faktor kunci yang menjelaskan adopsi dari jenis TI di pemerintah daerah. 2. Teori inovasi teknologi Sebuah tinjauan literatur inovasi teknologi menunjukkan bahwa (1995) Rogers ' teori difusi inovasi tampaknya menjadi salah satu yang paling peneliti umum telah menerima dirasakan penting untuk mengidentifikasi karakteristik inovasi ( Al-Qirim, 2006; Iacovou, Benbasat, & Dexter, 1995; Moore & Benbasat, 1991; Premkumar & Roberts, 1999; Thong, 1999 ). Ada juga literatur meneliti adopsi teknologi nological inovasi dan berfokus pada organisasi sektor publik ( Bugler & Bretschneider, 1993; Hinnant & O'Looney, 2003; Perry & Danziger, 1980 ). Literatur inovasi teknologi umumnya menunjukkan bahwa teknologi, organisasi, dan lingkungan faktor dampak de- cisions untuk mengadopsi TI ( Al-Qirim, 2006; Damanpour, 1991;. King et al, 1994 ). Penelitian ini mengadaptasi Bugler dan yang Bretschneider (1993) konseptual kerangka adopsi teknologi informasi baru dalam sektor publik organisasi. Gambar. 1 memberikan kerangka konseptual yang digunakan dalam studi tentang dampak yang dirasakan dari faktor-faktor yang memprediksi adopsi Informasi Pemerintah 26 Triwulanan (2009) 219-226 Fax: +1 210 458 2536. E-mail: chris.reddick @ utsa.edu . 0740-624X / $ - melihat hal depan © 2008 Elsevier Inc All rights reserved. doi: 10.1016/j.giq.2008.03.005 Isi daftar tersedia di ScienceDirect Informasi Pemerintah Triwulanan jurnal homepage: www.elsevier.com / mencari / govinf
Halaman 2
sistem pelayanan pelanggan terpusat. Salah satu faktor ditambahkan ke model mereka adalah lokasi dari pemerintah daerah, yang dikatakan memiliki dampak di E-Government adopsi ( Holden, Norris, & Fletcher, 2003 ). Para sastra berpendapat bahwa inovasi teknologi yang terjadi dalam tahap ( Layne & Lee, 2001; Tornatsky & Fleischer, 1990 ). Namun, ada bukti bahwa model panggung mungkin tidak selalu terjadi ketika datang ke adopsi E-Government ( Brown, 2007 ). 3. E-Government adopsi literatur Literatur tentang e-Government adopsi dapat digunakan untuk membantu menjelaskan difusi sistem layanan pelanggan terpusat di pemerintah. Studi di E-Government adopsi yang sangat relevan untuk penelitian ini adalah akses warga negara untuk E-Government, pelanggan relativitas tionship management (CRM) adopsi, dan survei pemerintah daerah E-Government adopsi. 3.1. Warga akses ke e-Government Warga menggunakan saluran layanan yang berbeda untuk tujuan yang berbeda saat membuat warga-dimulai kontak dengan pemerintah mereka ( Pieterson & van Dijk, 2007; Thomas & Streib, 2003 ). Hasil survei mengungkapkan bahwa warga memiliki preferensi yang kuat untuk di-orang dan telepon com- munication, bahkan jika mengetahui bahwa ini adalah kurang nyaman ( Streib & Navarro, 2006 ). Ini adalah membayangkan bahwa dengan E-Government warga tidak akan lagi perlu tahu mana departemen bertanggung jawab untuk apa Informasi atau layanan ( Ho, 2002 ). Pada dasarnya, departemen fungsional ments dalam satu-stop shop untuk warga negara menjadi tidak terlihat. Warga sekarang mengharapkan respon lebih cepat, peningkatan akses, dan layanan meningkat dari organisasi sektor publik. Ini berarti bahwa struktur tradisional organisasi pelayanan publik (berdasarkan hirarkis cara satu-dalam- teraction) telah menjadi kurang diterima di dunia digital ( Moon, 2002; Barat, 2004 ). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ada statistik signifikan hubungan antara kepercayaan dan keyakinan pada pemerintah dan warga negara ' penggunaan situs web pemerintah ( Tolbert & Mossberger, 2006 ). Trust di pemerintah juga sangat terkait dengan E-Government memuaskan faksi ( Welch, Hinnant, Moon, 2005 ). Namun, penelitian juga di- dicates bahwa E-Government telah jatuh pendek dari potensinya untuk mengubah pemerintah dan meningkatkan pelayanan warga kepercayaan pemerintah pemerintah ( West, 2004 ). Literatur dasarnya menunjukkan bahwa E-Government memiliki po- bangkan untuk menciptakan one-stop-shop untuk akses warga ke pemerintah informasi dan layanan. Kenyataannya adalah bahwa hal itu telah jatuh jauh dari apa yang awalnya direncanakan karena preferensi warga untuk saluran layanan yang berbeda tergantung pada sifat mereka transaksi dengan pemerintah. E-Government memiliki potensi untuk meningkatkan kepercayaan warga dan kepercayaan pada pemerintah, yang menjadi pertanda baik untuk pemerintah yang menggunakan manajemen hubungan pelanggan sistem. 3.2. Warga manajemen hubungan Manajemen hubungan pelanggan (CRM) dapat didefinisikan sebagai ho- Pendekatan manajemen listic diaktifkan oleh TI dengan fokus pelanggan yang luas untuk mengoptimalkan hubungan dengan membuat lebih banyak pelanggan setia ( Schellong, 2005 ). CRM menggunakan TI untuk mengumpulkan dan menganalisis data untuk membuat lebih pribadi interaksi dengan pelanggan ( Raja, 2006 ). Citizen hubungan manajemen (CIRM) menarik dari konsep CRM di sektor swasta ( Schellong & Langenberg, 2007; Silva & Batista, 2007 ). CIRM telah didefinisikan sebagai strategi TI diaktifkan dengan fokus pada warga negara. Tujuannya adalah untuk mempertahankan dan mengoptimalkan hubungan dengan warga negara dan mendorong kewarganegaraan ( Schellong, 2005 ). CIRM merupakan bagian dari Manajemen Publik Baru (NPM) sebagai tambahan konsep dalam penelitian agenda E-Government ( Schellong, 2005 ). Di antara tujuan CIRM adalah meningkatkan orientasi warga negara, meningkatkan akuntabilitas, dan mengubah hubungan warga negara-pemerintah ( Schellong & Langenberg, 2007 ). Bentuk yang paling umum dari CIRM sektor publik dapat dilihat melalui call center, terutama "311" dan berbasis web satu-stop-shop pemerintah portal ( Schellong & Langenberg, 2007 ). Dengan meningkatnya pelanggan harapan dari warga negara-sentris pemerintah, pemerintah banyak mencoba untuk memperbaiki hubungan mereka dengan masyarakat dengan mengadopsi CIRM sebagai sumber tunggal untuk menjawab semua pertanyaan dalam satu kunjungan atau satu panggilan ( Kannabiran, Xavier, & Anantharaaj, 2004 ). Manajer publik perlu mengakui CIRM yang merupakan perusahaan-lebar konsep yang mengharuskan pemerintah mereka untuk mengidentifikasi peluang untuk sekaligus meningkatkan layanan pelanggan sekaligus mengurangi biaya ( Bohling et al., 2006 ). Ini adalah sesuatu yang sangat menarik untuk fiskal pemerintah daerah terkendali. Adopsi CRM belum sebagai luas di sektor publik seperti dalam sektor swasta. Absen insentif pasar, kebutuhan untuk tingkat yang lebih tinggi akuntabilitas, adanya tujuan ganda dan bertentangan, dan membatasi batas-batas telah menghambat adopsi dari sistem informasi ( Pan, Tan, & Lim, 2006 ). Namun, layanan pelanggan orientasi di sektor swasta sektor memiliki pengaruh pada harapan terhadap sektor publik layanan menggunakan sistem CIRM ( Schellong, 2005 ). 3.3. Survei publik lokal fi cials Mayoritas model difusi e-government di tingkat lokal berpendapat bahwa tingkat difusi adalah proses linier dengan pemerintah pro- ceeding melalui berbagai tahap perkembangan. Khas tahap E-Government pengembangan (1) memberikan informasi secara online, (2) dua-cara transaksi, integrasi (3) vertikal dengan tingkat yang berbeda pemerintah, dan integrasi (4) horisontal di seluruh organisasi ( Moon, 2002; Norris & Moon, 2005 ). Beberapa ahli telah mempertanyakan pendekatan linier dan telah menemukan bukti bahwa sebenarnya dicampur terjadi di lokal E-Government ( Brown, 2007 ). Melalui pemeriksaan ekstensif dari beberapa tahun Inter- nasional Kota / Kabupaten Management Association (ICMA) data survei di E-Government adopsi Norris dan Moon (2005) menemukan bahwa lokal E-Government di Amerika Serikat terutama informasi. Ini Gambar 1 Kerangka Konseptual adopsi inovasi teknologi pelanggan terpusat. sistem pelayanan. 220 CG Reddick / Pemerintah Triwulanan Informasi 26 (2009) 219 - 226
Halaman 3
melibatkan satu arah pengiriman informasi dari pemerintah untuk warga negara, karena pemerintah beberapa menawarkan banyak di jalan trans-online tindakan. Namun, beberapa sarjana mengidentifikasi derajat horisontal integrasi dalam lokal E-Government adopsi ( Choudrie & Weerrakody, 2007; Ho, 2002 ). Adopsi CIRM akan berarti bahwa lokal pemerintah mampu kemajuan luar hanya menyediakan informasi- tion online dengan horizontal mengintegrasikan departemen dan berfokus pada kebutuhan warga dalam mengakses informasi dan layanan. 4. Prediktor layanan pelanggan adopsi sistem terpusat Seperti yang berasal dari literatur pada inovasi teknologi dan E-Government adopsi, ada delapan hipotesis diuji dalam hal ini studi. Hipotesis ini memeriksa beberapa faktor yang diperkirakan menjelaskan penerapan sistem layanan pelanggan terpusat oleh pemerintah daerah. 4.1. Organisasi faktor Hipotesis pertama meneliti dampak dari ukuran pada terpusat layanan pelanggan sistem adopsi. Literatur telah diidentifikasi ukuran sebagai salah satu katalis penting untuk ITand E-Government adopsi ( Brudney & Selden, 1995; Damanpour, 1991; King et al, 1994;. Moon, 2002, Bulan & Norris, 2005; Weare, Musso, & Hale, 1999 ). Besar pemerintah daerah lebih mungkin untuk mengadopsi sistem layanan pelanggan karena mereka di bawah tekanan lebih besar untuk menemukan cara-cara pergantian menyediakan pelayanan-publik kejahatan dengan biaya yang dikurangi. Oleh karena itu, penelitian ini menentukan sejauh dampak ukuran pada difusi pemerintah daerah terpusat layanan pelanggan sistem adopsi. H1 Sebagai ukuran dari kenaikan pemerintah daerah,. Sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa pemerintah daerah akan mengadopsi seorang pelanggan terpusat sistem pelayanan. Faktor lain diperkirakan berdampak pada pengadopsian sistem pelayanan pelanggan terpusat adalah bentuk pemerintahan. Para bentuk yang paling umum dari pemerintah adalah dewan-manajer dan Walikota-dewan jenis. 1 Penelitian menunjukkan bahwa sifat koperasi dari Proses internal di dewan-manajer pemerintah membuat mereka lebih menerima reformasi manajerial dan inovasi (seperti E-Government) dari walikota-dewan pemerintah ( Bulan, 2002 ). Pemerintah dengan manajemen budaya yang lebih reseptif terhadap inovasi teknologi yang lebih mungkin untuk mengadopsi terdepan teknologi E-Government ( Bulan & Norris, 2005 ). Literatur tentang penerapan E-Government menggunakan -bentuk-pemerintah sebagai prediktor TI dan E-Government adopsi ( Brudney & Selden, 1995; Holden, Norris, & Fletcher, 2003; Bulan, 2002 ); oleh karena itu digunakan dalam penelitian ini juga. H2. Memiliki membentuk dewan-manajer akan memiliki posisi pemerintah-sebuah tive berdampak pada penerapan sistem layanan pelanggan terpusat oleh pemerintah daerah. H3. Memiliki bentuk walikota-dewan pemerintah akan memiliki negatif berdampak pada penerapan sistem layanan pelanggan terpusat oleh pemerintah daerah. Faktor lain organisasi diperkirakan untuk menjelaskan penerapan sistem layanan pelanggan terpusat anggaran TI untuk lokal pemerintah. Argumen yang dibuat bahwa semakin banyak sumber daya lokal pemerintah menghabiskan pada TI, semakin besar kemungkinan untuk mengadopsi jenis sistem informasi canggih. H4. Anggaran TI dari pemerintah daerah secara positif terkait dengan penerapan sistem layanan pelanggan terpusat. 4.2. Lokasi Status metropolitan pemerintah yang baik di pusat kota atau tidak adalah juga diperkirakan berdampak pada pengadopsian terpusat layanan pelanggan sistem informasi ( Choudrie, Weerakk- Ody, & Jones, 2005; Silverman, 2006 ). Penelitian ini berpendapat bahwa pusat kota dengan populasi padat mungkin memilih untuk mengadopsi jenis TI yang lebih mudah karena permintaan yang lebih besar untuk bycitizens pelayanan pemerintah. H5. Sebuah pemerintah pusat kota ini lebih cenderung mengadopsi terpusat layanan pelanggan sistem dari pemerintah di pinggiran kota atau kemerdekaan- penyok kabupaten. Lokasi dari pemerintah daerah di Amerika Serikat juga harus berdampak pada penerapan sistem layanan pelanggan terpusat ( Holden, Norris, & Fletcher, 2003 ). Misalnya, Silicon Valley (Califor- nia) dan Washington Negara adalah hub revolusi internet di 1990-an. Oleh karena itu, prediksi yang dibuat bahwa daerah ini negara menghasilkan pemerintah daerah yang pengadopsi awal teknologi baru seperti sistem layanan pelanggan. H6 Pemerintah daerah. Di Amerika Serikat Barat lebih mungkin untuk mengadopsi sistem layanan pelanggan terpusat daripada di sisa negara. 4.3. Teknologi kecanggihan Faktor lain diperkirakan untuk menjelaskan layanan pelanggan terpusat adopsi adalah kecanggihan teknologi dari pemerintah daerah. Argumen dibuat bahwa pemerintah daerah lain yang lebih mengadopsi sistem informasi canggih (seperti sebuah website canggih) yang lebih mungkin untuk menjadi inovator teknologi di pelanggan terpusat layanan sistem ( Al-Qirim, 2006 ). H7 Pemerintah daerah. Dengan website yang lebih canggih lebih mungkin untuk mengadopsi sistem layanan pelanggan terpusat. 4.4. Lingkungan Lingkungan fisik di mana pemerintah kota beroperasi juga harus menjelaskan penerapan sistem layanan pelanggan terpusat- sistem pendokumentasian ( Al-Qirim, 2006; Bugler & Bretschneider, 1993 ). Literatur tentang E-Government berpendapat bahwa teknologi ini memiliki potensi untuk di- lipatan warga-dimulai kontak dengan pemerintah ( Thomas & Streib, 2003; Barat, 2004 ). Menanggapi masalah lingkungan dari warga melalui E-Pemerintah harus memiliki dampak pada adopsi tion sistem layanan pelanggan terpusat. H8 Pemerintah daerah. Percaya bahwa E-Government telah berubah warga-dimulai kontak dengan pemerintah lebih mungkin untuk mengadopsi sistem pelayanan pelanggan terpusat. Dengan delapan hipotesis, penelitian ini meneliti organisasi yang internasional, lingkungan, teknologi, dan lokasional faktor yang diperkirakan untuk menjelaskan penerapan layanan pelanggan terpusat sistem pemerintah daerah. Sebelum penelitian ini dapat memeriksa ini hipotesis, maka perlu untuk memeriksa dataset yang digunakan dalam analisis. 5. Metode survei pengumpulan data dan analisis Data yang digunakan untuk analisis studi ini diambil dari Inter- nasional Kota / Kabupaten Management Association (ICMA) Lokal Memerintah- pemerintah Layanan Pelanggan Sistem survei. Survei ini dikirim dalam musim dingin dan musim semi 2007 untuk Pejabat Kepala Administrasi (Caos) dari 1 Bentuk dewan-manajer pemerintah daerah menggabungkan politik yang kuat kepemimpinan pejabat terpilih dalam bentuk sebuah dewan dengan profesional yang kuat pengalaman administrator yang ditunjuk pemerintah daerah. Di bawah dewan- Manajer bentuk, kekuasaan terkonsentrasi di dewan terpilih, yang menyewa seorang profesional administrator untuk mengimplementasikan kebijakannya. Sebuah pemerintah walikota-dewan terdiri dari eksekutif dipilih secara populer cabang dan cabang legislatif, biasanya walikota dan dewan kota masing-masing. Dalam bentuk yang kuat-walikota walikota diberikan hampir total otoritas administratif, dengan kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan kepala departemen tanpa persetujuan dewan dan masukan dari masyarakat kecil. 221 CG Reddick / Pemerintah Triwulanan Informasi 26 (2009) 219 - 226
Halaman 4
kota dan kabupaten dengan Caos dari administrator dewan atau dewan terpilih bentuk eksekutif pemerintahan. Dari 2287 municipa- lities dan kabupaten menerima survei, 710 menanggapi. Ini merupakan keseluruhan tingkat respon 31%. Ini tingkat respons lebih rendah dari paling baru (2004) Elektronik Pemerintah ICMA survei, yang memiliki respon tingkat 42,9%. Survei tahun 2004 ICMA Elektronik Pemerintah digabungkan dengan tanggapan dari 2007 Sistem Layanan Pelanggan Pemerintah Daerah survei dalam rangka untuk menguji teori inovasi teknologi ( Gambar 1 ). Hal ini diperlukan karena survei 2007 tidak memiliki langkah-langkah dari pemerintah lokal 'TI anggaran operasional, warga-dimulai kontak, dan website kecanggihan. Para Setara Full-Time (FTE) mempekerjakan- ment angka untuk pemerintah daerah menanggapi cocok Hasil survei diambil dari (2002) terbaru Biro Sensus Pemerintah Daerah Ketenagakerjaan dan data Payroll. Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik ringkasan dan Pearson Chi-square statistik. Ada juga yang regresi logistik Kuadrat Terkecil Biasa dan (OLS) model regresi untuk faktor-faktor yang menjelaskan layanan pelanggan adopsi sistem terpusat. Metode ini digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang mungkin bisa menjelaskan adopsi TI ini. 6. Survei sampel Tabel 1 memberikan informasi pada orang-orang pemerintah daerah yang menanggapi dan mereka yang memilih untuk tidak menanggapi survei. Lebih besar kota-kota berukuran (500.000 dan lebih) yang menanggapi survei adalah sebagian kecil sampel (3,4%). Menengah kota (25.000 untuk 99.999) mewakili 64,2% dari responden. Ketika membandingkan merespon- ing dan non-menanggapi kota dengan populasi, sampel cukup wakil dari semua kota yang dikirim survei. Sehubungan dengan representasi geografis, Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berasal dari Selatan (34,1%) sedangkan paling sedikit responden berasal dari Timur Laut (12,4%). Secara keseluruhan, saat compar- ing menanggapi dan non-pemerintah menanggapi, tampak bahwa Timur laut sedikit kurang terwakili dalam sampel, dan Barat sedikit overrepresented. Tabel 1 juga menunjukkan status metro menanggapi dan non- menanggapi kota. Daerah pinggiran kota mewakili 41,5% dari responden. Membandingkan status metro responden dan non-responden menunjukkan sangat sedikit perbedaan sehubungan dengan apakah pemerintah daerah terletak di pusat kota, daerah pinggiran kota, atau kabupaten yang mandiri. Akhirnya, Tabel 1 memberikan informasi pada bentuk-pemerintah- bahwa masing-masing pemerintah daerah telah mengadopsi. Hasil menunjukkan bahwa bentuk dewan-manajer pemerintah menduduki survei sampel (50,6%) bila dibandingkan dengan jumlah dewan- manajer lokal pemerintah yang awalnya dikirim survei (39,3%). Bentuk walikota-dewan pemerintah kurang terwakili dalam survei sampel, karena mereka hanya 13,7% dari menanggapi pemerintah daerah pemerintah daerah dan 21,3% dari kota-kota yang dikirim survei. Secara keseluruhan, hasil dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa pemerintah Barat dan dewan-manajer bentuk pemerintah yang menduduki di survei sampel. Namun, ketika memeriksa hasil, tidak ada tampaknya cukup perbedaan antara pemerintah daerah menanggapi dan mereka memilih untuk tidak menanggapi untuk menyajikan utama kekhawatiran tentang validitas dari sampel survei. Berikut Bagian meneliti implementasi aktual dari pelanggan terpusat layanan sistem di pemerintah daerah. 7. Adopsi sistem layanan pelanggan terpusat Karena ketersediaan data, dalam Tabel 2-5 Pearson Chi-square statistik hanya dilakukan untuk variabel ukuran populasi, dewan-manajer bentuk membentuk pemerintahan, walikota-dewan pemerintah pemerintah, Barat AS, dan lokasi pusat kota. Tabel 2 menunjukkan tingkat adopsi sistem layanan pelanggan terpusat di pemerintah daerah ments berpartisipasi dalam survei. Tingkat adopsi adalah 14,6% (104 pemerintah daerah dari 710). Pearson Chi-square statistik mengindikasikan adopsi yang terkait untuk memiliki membentuk dewan-manajer pemerintah dan yang terletak di pusat kota. Caos disebutkan beberapa alasan mengapa pemerintah lokal mereka ' belum mengadopsi TI ( Tabel 2 ). 2 Tanggapan yang paling umum adalah "Lain" (32,5%). Dalam kategori ini, tanggapan berkisar dari 'lokal pemerintah saat ini bekerja pada sistem 'ini' tidak menjadi prioritas pemerintah. " Anggaran kendala dan menjadi kecil kota (karena itu tidak membutuhkan software ini) adalah alasan lain untuk non-adopsi. Tanggapan kedua yang paling umum dalam Tabel 2 adalah bahwa sentra- sistem pelayanan pelanggan tralized terlalu mahal untuk pemerintah daerah pemerintah untuk mengadopsi (26,8%). Seluruh proses aplikasi untuk mendapatkan "311" penunjukan dikutip oleh 26,5% responden sebagai alasan untuk non-adopsi. Beberapa pemerintah percaya bahwa sistem ini tidak diperlukan (16,6%). Ada bahkan beberapa keraguan di adopsi karena kurangnya dukungan dari pejabat terpilih (11,0%). Secara keseluruhan, alasan untuk non-adopsi bervariasi karena respon tinggi ke "Lain" kategori, namun tampaknya ada beberapa kesepakatan bahwa teknologi terlalu mahal atau terlalu sulit untuk mengadopsi karena aplikasi proses untuk 311. Pearson Chi-square statistik menunjukkan bahwa alasan untuk tidak mengadopsi sistem layanan pelanggan terpusat tidak terkait dengan ukuran populasi. Faktor utama non-adopsi menjelaskan yang -bentuk-pemerintah dan yang terletak di pusat kota. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa 26,8% dari pemerintah daerah mempertimbangkan menerapkan sistem layanan pelanggan terpusat. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa kepentingan dalam jenis TI. Pearson Chi-square statistik menunjukkan bahwa pemerintah daerah mempertimbangkan mengadopsi sistem pelayanan pelanggan terpusat yang terkait dengan semua mengidentifikasi faktor dengan pengecualian ukuran populasi. Oleh karena itu, Chi-kuadrat statistik tidak menunjukkan bahwa ukuran populasi terkait adopsi dan non-adopsi dari jenis TI. Hal ini bertentangan dengan Tabel 1 Responden dan non-responden untuk survei Terkirim survei (2287) Menanggapi survei (710) Frekuensi Persen Frekuensi Persen Populasi kelompok 500.000 dan lebih dari 99 4.3 24 3.4 100,000-499,999 450 19.7 160 22.5 25,000-99,999 1498 65.5 456 64.2 2,500-24,999 240 10.5 70 9.9 Geografis wilayah Timur laut 394 17.2 88 12.4 Utara-Tengah 556 24.3 165 23.2 Selatan 795 34.8 242 34.1 Barat 542 23.7 215 30.3 Status Metro Tengah 776 33.9 247 34.8 Suburban 937 41.0 295 41.5 Independen 574 25.1 168 23.7 Bentuk pemerintahan Walikota-dewan 486 21.3 97 13.7 Dewan-manajer 898 39.3 359 50.6 Komisi 25 1.1 4 0.6 Kota pertemuan 6 0.3 0 0.0 Perwakilan kota pertemuan 21 0.9 5 0.7 Dewan-administrator (manajer) 372 16.3 117 16.5 Dewan eksekutif terpilih 479 20.9 128 18.0 2 Pertanyaan ini memungkinkan pejabat lokal untuk memeriksa semua alasan yang berlaku, jadi ada beberapa tanggapan untuk setiap pemerintah daerah. 222 CG Reddick / Pemerintah Triwulanan Informasi 26 (2009) 219 - 226
Halaman 5
beberapa literatur tentang lokal E-Government adopsi ( Moon, 2002; Norris & Moon, 2005 ). 8. Mengemudi pasukan dan permintaan untuk layanan pelanggan yang terpusat sistem Dalam Tabel 3 pemerintah daerah mengidentifikasi beberapa kekuatan pendorong di belakang pelaksanaan sistem layanan pelanggan terpusat. Caos diminta untuk memeriksa hanya satu respon untuk pertanyaan ini. Yang paling Tanggapan umum adalah tujuan untuk meningkatkan layanan meskipun meningkatkan biaya (37,5%). 'Lain' kategori diwakili oleh 22,1% dari survei responden. Satu tanggapan terkenal dalam kategori ini adalah untuk menghapus silo informasi pemerintah dan permintaan layanan. Tekanan publik untuk layanan pelanggan meningkat diwakili oleh 15,4% dari lokal pemerintah. Dalam hal permintaan untuk ini, pemerintah TI lokal diterima (rata-rata) 47.607 panggilan per tahun melalui terpusat sistem pelayanan pelanggan. Pearson Chi-square statistik menunjukkan yang 'lain' kategori terkait untuk memiliki membentuk dewan-manajer pemerintah, dan harapan mengurangi biaya terkait dengan memiliki bentuk walikota-dewan pemerintah. Oleh karena itu, bentuk-of- pemerintah merupakan kekuatan pendorong di belakang pelaksanaan sistem pelayanan pelanggan terpusat. Hal ini didukung oleh literatur tentang E-Government ( Moon, 2002; Norris dan Bulan, 2005 ). 9. Metode komunikasi dengan layanan pelanggan terpusat sistem Tabel 4 menunjukkan bahwa sistem pelanggan pelayanan pemerintah daerah digital terintegrasi dengan saluran komunikasi lainnya seperti email (76,9%) dan internet (75,0%). Metode tradisional warga negara-dimulai kontak seperti di orang / di counter itu terintegrasi dengan sistem pelayanan pelanggan terpusat sesuai dengan 64,4% dari responden, dan surat biasa diwakili oleh 63,5% dari pemerintah daerah. Secara keseluruhan, tampak bahwa (di samping telepon) layanan pelanggan sistem informasi yang baik terintegrasi dengan komunikasi lainnya sistem di pemerintah daerah. Ini merupakan one-stop-toko E-Pemerintah untuk akses warga negara terhadap informasi pemerintah daerah dan jasa ( Ho, 2002 ). Pearson Chi-square statistik menunjukkan bahwa metode-metode komunikasi yang terkait dengan bentuk-pemerintah- untuk internet, dan yang terletak di kota pusat untuk surat biasa. 10. Sentralisasi pelanggan layanan sistem pelaporan Tabel 5 memberikan informasi tentang tingkat kecanggihan sistem pelayanan pelanggan digabungkan oleh pemerintah daerah. Kemampuan pelaporan yang dapat digunakan untuk menunjukkan efektivitas dengan yang sistem di tempat merespon tuntutan layanan pelanggan. Laporan tentang jenis-jenis permintaan layanan adalah yang paling sering dikutip kemampuan sistem ini (77,9%). Yang kedua yang paling sering dikutip kemampuan laporan pada waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permintaan layanan (56,7%). Sistem pelanggan layanan ini menghasilkan laporan yang berisi informasi yang digunakan untuk tujuan penting ( Tabel 5 ). Pada bagian atas daftar adalah pengukuran kinerja dan manajemen (61,5%). Kedua (43,3%) adalah alokasi sumber daya / anggaran pembangunan. Menggunakan informasi untuk pertemuan dengan penduduk hanya dilaporkan oleh 33,7% dari pemerintah daerah. Pearson Chi-square statistik mengindikasikan bahwa memiliki membentuk dewan-manajer pemerintah berhubungan dengan dua sistem pelaporan kemampuan, dan berada di Amerika Serikat Barat terkait dengan salah satu kemampuannya. Tabel 3 Kekuatan pendorong implementasi dan permintaan untuk sistem Frekuensi Persen Kekuatan pendorong mendukung pelaksanaan sistem layanan pelanggan terpusat Tujuan untuk meningkatkan pelayanan meskipun peningkatan biaya 39 37.5 Lainnya b 23 22.1 Publik tekanan / harapan untuk layanan pelanggan 16 15.4 Terpilih resmi tekanan 7 6.7 Staf permintaan 5 4.8 Perkiraan biaya berkurang c 1 1 Berarti panggilan Rata-rata jumlah panggilan yang diterima oleh pelanggan terpusat sistem pelayanan setiap tahunnya 47,607 Catatan: b = dewan-manajer; c = walikota-dewan; huruf Pearson menunjukkan Chi-square signifikan pada tingkat 0,05 atau lebih besar untuk variabel tersebut. Tabel 4 Komunikasi metode dengan sistem layanan pelanggan terpusat Frekuensi Persen Selain panggilan telepon, metode lain warga dapat digunakan untuk menghubungi terpusat layanan pelanggan sistem (memeriksa semua yang berlaku). Email 80 76.9 Internet b, c 78 75.0 Pada orang / di counter 67 64.4 Reguler email b 66 63.5 Faks 54 51.9 Setelah-jam layanan penjawab 30 28.8 Otomatis nada sentuh 9 8.7 Lainnya d 5 4.8 Catatan: b = dewan-manajer; c = walikota-dewan; d = pusat; huruf menunjukkan Pearson Chi- persegi adalah signifikan pada tingkat 0,05 atau lebih besar untuk variabel tersebut. Tabel 2 Pemerintah daerah penerapan sistem layanan pelanggan terpusat Frekuensi Persen Pemerintah daerah menggunakan sistem layanan pelanggan terpusat Ya b, d 104 14.6 Tidak ada 606 85.4 Jika tidak, alasan untuk tidak mengadopsi sistem layanan pelanggan terpusat Lainnya c, e 231 32.5 Terlalu mahal c, d 190 26.8 Proses aplikasi yang terlibat dalam memperoleh penunjukan 311 c 188 26.5 Tidak perlu b, d 118 16.6 Kurangnya dukungan dari pejabat terpilih b, c, d 78 11.0 Familiar dengan teknologi 52 7.3 Hasil dari studi kelayakan 16 2.3 Kurangnya keahlian teknis pada staf d 15 2.1 Pemerintah daerah mempertimbangkan untuk menerapkan sistem layanan pelanggan terpusat Ya b, c, d, e 190 26.8 Tidak ada 520 73.2 Catatan: b = dewan-manajer; c = walikota-dewan; d = pusat; e = Barat; huruf-huruf ini menunjukkan Pearson Chi-yang persegi signifikan pada tingkat 0,05 atau lebih besar untuk variabel tersebut. Tabel 5 Sentralisasi pelanggan kemampuan sistem layanan pelaporan Frekuensi Persen Pelaporan kemampuan yang tersedia pada sistem Laporan tentang jenis-jenis permintaan layanan b 81 77.9 Laporan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permintaan layanan e 59 56.7 Laporan permintaan ulangi b 57 54.8 Laporan lingkungan / wilayah geografis 46 44.2 Lainnya 18 17.3 Penggunaan informasi yang terkandung dalam laporan Pengukuran kinerja dan manajemen 64 61.5 Alokasi sumber daya / anggaran pembangunan 45 43.3 Pertemuan dengan warga 35 33.7 Penilaian kinerja karyawan / pengembangan 30 28.8 Modal perencanaan pemeliharaan b 29 27.9 Laporan Tahunan 29 27.9 Lainnya 17 16.4 Catatan: b = dewan-manajer; e = Barat; huruf menandakan Pearson Chi-square yang signifikan pada tingkat 0,05 atau lebih besar untuk variabel tersebut. 223 CG Reddick / Pemerintah Triwulanan Informasi 26 (2009) 219 - 226
Halaman 6
Secara keseluruhan, hasil pada penggunaan layanan pelanggan terpusat sistem menunjukkan bahwa mereka menghasilkan laporan pada permintaan layanan dan waktu diambil untuk menyelesaikan permintaan. Informasi ini digunakan untuk kinerja analisis dan pengelolaan sumber daya, dan konsisten dengan bergerak dalam pemerintah daerah untuk memasukkan IT untuk meningkatkan efektivitas Pemerintah operasi ( Choudrie & Weerrakody, 2007 ). Berikut bagian memeriksa, lingkungan teknologi, lokasional, dan organisasi faktor-faktor yang diperkirakan untuk menjelaskan adopsi terpusat layanan pelanggan sistem untuk pemerintah daerah. 11. Deskriptif statistik variabel dependen dan prediktor Tabel 6 memberikan informasi mengenai dependen dan independen variabel untuk analisis regresi yang disajikan dalam artikel ini. Data ditunjukkan dalam tabel ini diambil setelah hasil survei yang cocok untuk pemerintah daerah menanggapi 2007 Pemerintah Daerah Pelang- gan APC Sistem survei dengan Pemerintah 2004 Elektronik survei. Oleh karena itu, karena respons non-dari beberapa pemerintah daerah ments antara kedua survei, ukuran sampel lebih kecil. Dalam hal ini dataset, 16% of cities implemented this information system, and 33% considered adopting a centralized customer service system. Out of five possible reporting capabilities outlined in Table 5 , the average was 2.43 for these information systems. The predictor variables showed that 55% of the cities had a council-manager form of government, and 10% had a major-council form of government. There were 37% of the local governments located in central cities and 29% were located in the Western United Serikat. The average number of FTE employees was 1386 for the local governments surveyed. A question taken from the 2004 ICMA Elec- tronic Government survey indicated that 41% of local governments believed that E-Government had increased citizen contact with elected and appointed officials. The IT operating budget spending had a mean value of 2.6 million for the local governments surveyed. Finally, we used as a measure of website sophistication the number of features that the local government has on its website. These features range from paying taxes online to online voter registration. There were, on average, 6.9 website features for the local governments responding to the survey. 12. Logistic regression of adoption In order to determine some key factors explaining the adoption of centralized customer service systems in local governments, this study conducted a logistic regression. 3 The settings for the logistic re- gression were “1” if a local government responded positively to the question in Table 2 as to whether a local government had a centralized customer service system; a “0” was recorded if they did not have this sistem. The eight predictor variables identified as important in the literature were the FTE employees of the local government; having a council manager form of government; having a mayor-council form of government; being located in a central city; the government being located in the Western United States; the degree of citizen-initiated contact with government; the website sophistication of the local government; and the IT operating budget. The results of the logistic regression model in Table 7 indicated that one factor which explained adoption of a centralized customer service system was having a council-manager form of government. Peluang ratio (OR) indicates that having a council-manager government makes local government almost three times more likely to have a centralized customer service system in place (OR=2.80). Similarly, having a mayor- council form of local government was almost five times (OR=4.79) more likely to adopt this system.Beinglocated in a centralcity, the government was three times more likely to have a centralized system (OR=3.02). Finally, the website sophistication of the local government indicated an OR=1.17, which shows a marginal impact from technological sophistica- tion.FTEwas not found to be statisticallysignificant. This was expected to have an impact, given that one would assume that larger-sized cities would have greater demand for these systems. Selain itu, lokal government being located in the Western United States, citizen-initiated contact, and IT budget were not found to be statistically significant. 13. Logistic regression of local governments considering adoption The second logistic regression (in Table 8 ) examines the same factors, but used the question in Table 2 as to whether the local government was considering adopting a centralized customer service system. Para settings were “1” for the local government considering adopting a Tabel 6 Descriptive statistics of dependent and predictor variables of centralized customer service system adoption Number of obs. Min. Max. Berarti Dependent variabel Adopted centralized customer service system 470 0 1 0.16 Considering adopting centralized customer service system 364 0 1 0.33 Centralized customer service system reporting capabilities 77 0 5 2.43 Variabel prediktor Council-manager 470 0 1 0.55 Mayor-council 470 0 1 0.10 Central City 470 0 1 0.37 Western US 470 0 1 0.29 FTE employees 368 23 30,195 1386.11 Citizen-initiated contact 470 0 1 0.41 Anggaran TI 363 630 104,000,000 2,618,009 Website sophistication 470 0 17 6.91 3 Logistic regression is an appropriate statistical technique since the dependent variable is dichotomous. Tabel 7 Logistic regression of adopters of a centralized customer service system Rasio odds Wald statistik Prob. signifikan Konstan 0.02 38.64 0.00 Council-manager 2.80 4.68 0.03 Mayor-council 4.79 6.08 0.01 Central City 3.02 8.97 0.00 Western US 0.97 0.01 0.97 FTE employees 1.00 0.00 0.97 Citizen-initiated contact 1.21 0.29 0.59 IT Budget 1.00 0.83 0.36 Website sophistication 1.17 6.99 0.01 Kebaikan sesuai −2 log likelihood=223.342 Nagelkerke R 2 = 0,16 Classified correctly=84.3% Tabel 8 Logistic regression of local governments considering adopting a centralized customer service system Rasio odds Wald statistik Prob. signifikan Konstan 0.22 11.62 0.00 Council-manager 1.91 3.39 0.07 Mayor-council 3.43 4.64 0.03 Central City 2.96 11.34 0.00 Western US 1.06 0.03 0.87 FTE employees 1.00 0.02 0.88 Citizen-initiated contact 1.17 0.25 0.62 Anggaran TI 1.00 0.02 0.88 Website sophistication 1.01 0.01 0.92 Kebaikan sesuai −2 log likelihood=266.784 Nagelkerke R 2 =0.12 Classified correctly=63.4 224 CG Reddick / Government Information Quarterly 26 (2009) 219 – 226
Halaman 7
customer service system and “0” if otherwise. The results in Table 8 are similar to those in Table 7 . For instance, having a council-manager form of government was almost twice as likely to consider adopting this system (OR=1.91). A similar result was found for having a mayor-council form ofgovernment(OR=3.43). Beingin a centralcityalsohad animpact on adopting a centralized customer service system (OR=2.96). 14. Sophistication of the centralized customer service reporting sistem Table 9 provides the results of an Ordinary Least Squares (OLS) regression using the predictors of centralized customer service re- porting capabilities. This regression is used to show the level of so- phistication of the centralized customer service reporting capabilities. The argument made is that these factors of adoption should also be related to the sophistication of the information system used. Hanya predictor of reporting capabilities of these systems was having a council-manager form of government. The other independent vari- ables did not have any statistically significant bearing on the sophis- tication of the reporting system used. 15. Kesimpulan This study used the literatures on the adoption of E-Government and technological innovation to explain the diffusion of centralized customer service systems in local governments. The cross-tabulation results of this study indicated that size was not related to many facets of the implementation of a centralized customer service system in a pemerintah daerah. Size also does not explain the adoption of a cen- tralized customer service system in a local government when modeled in the regression analysis. This finding is surprising since much of the E-Government adoption literature has found evidence for size and its impact on E-Government. The greatest factor that explained this information systems' adoption (according to the Pearson Chi-square statistics) was form- of-government. The factors that explain adoption are having council- manager and mayor-council forms of government, and being located in a central city. Having a positive significant relationship between mayor-council governments and centralized customer service system adoption is also contrary to much of the literature on E-Government adopsi. The sophistication of the local government website was also related to this type of information system adoption. Hasil ini study support some facets of the organizational, locational, and technological elements of the innovation model outlined in Fig. 1 . Only about 15% of local governments have adopted this type of IT. However, more than a quarter of non-adopters would consider adopting this technology in the near future. There is a desire to improve customer service despite increased costs with this IT. Many of these information systems are well-integrated with existing technologies such as email and the internet to break down the silos of information dissemination and create a one-stop-shop. There is a substantial use of these systems for performance measurement and budget development. A limitation of this study was the lower response rate to the survey compared to other studies of E-Government adoption. Ada juga yang very few perceptual questions using Likert scales ranging from agree to disagree which could provide a greater indication of the intensity of effectiveness of this information system. Future research could conduct another survey and ask the adopters of this IT what their level of satisfaction is and the overall effectiveness of these systems. Akhirnya, ini study is limited in the number of predictors used to explain customer service system adoption. This study identified factors commonly found in the technological innovation and E-Government literature, but there are many other possibilities that future work could explore. Satu pos- sibility is to conduct in-depth case studies of successes and failures of these information systems, since factors examined at the aggregate level many not show up when examining individual governments. Referensi Al-Qirim, N. (2006). Personas of e-commerce adoption in small businesses in New Zealand. Journal of Electronic Commerce in Organizations , 4 (3), 17−45. Bohling, T., Bowman, D., LaValle, S., Mittal, V., Narayandas, D., Ramani, G., Varadarajan, R., et al. (2006). CRM implementation: Effectiveness issues and insights. Journal of Service Research , 9 (2), 184−194. Brown, MM (2007). Understanding E-Government benefits. American Review of Public Administration , 37 (2), 178−197. Brudney, JL, & Selden, SC (1995). The adoption of innovation by smaller local governments: The case of computer technology. The American Review of Public Administration , 25 (1), 71−86. Bugler, D., & Bretschneider, SI (1993). Technology push or program pull: Interest in new information technologies within public organizations. In B. Bozeman (Ed.), Public management: The state of the art . San Francisco: Jossey-Bass. Choudrie, J., & Weerrakody, V. (2007). Horizontal process integration in E-Government: The perspective of a UK local authority. International Journal of Electronic Government Research , 3 (3), 22−39. Choudrie, J., Weerakkody, V., & Jones, S. (2005). Realising E-Government in the UK: Rural and urban challenges. Journal of Enterprise Information Management , 18 (5/6), 568−585. Damanpour, F. (1991). Organizational innovation: A meta-analysis of effects of determinants and moderators. Academy of Management Journal , 34 (3), 555−590. Hinnant, CC, & O'Looney, JA (2003). Examining pre-adoption interest in online innovations: An exploratory study of e-service personalization in the public sector. IEEE Transactions on Engineering Management , 50 (4), 436−447. Ho, ATK (2002). Reinventing local governments and the E-Government initiative. Public Administration Review , 62 (4), 434−444. Holden, SH, Norris, DF, & Fletcher, PD (2003). Electronic government at the local level: Progress to date and future issues. Public Performance and Management Review , 26 (4), 325−344. Iacovou, C., Benbasat, I., & Dexter, A. (1995). Elektronik data interchange dan kecil organisations: Adoption and impact of technology. MIS Quarterly , 19 (4), 465−485. Kannabiran, G., Xavier, MJ, & Anantharaaj, A. (2004). Enabling E-Governance through citizen relationship management-concept, model and applications. Journal of Services Research , 4 (2), 223−240. King, SF (2006). Citizens as customers: Exploring the future of CRM in UK local government. Government Information Quarterly , 24 (1), 47−63. King, JL, Gurbaxzni, V., Kraemer, KL, McFarlan, FW, Raman, KS, & Yap, CS (1994). Institutional factors in information technology innovation. Information Systems Research , 5 (2), 139−169. Layne, K., & Lee, J. (2001). Developing fully function E-Government: A four stage model. Government Information Quarterly , 18 (1), 122−136. Moon, MJ (2002). The evolution of E-Government among municipalities: Rhetoric or reality? Public Administration Review , 62 (4), 424−433. Moon, MJ, & Norris, DF (2005). Does managerial orientation matter? Adopsi reinventing government and E-Government at the municipal level. Information Systems Journal , 15 (1), 43−60. Moore, G., & Benbasat, I. (1991). Development of an instrument to measure the perceptions of adopting an information technology innovation. Information Systems Research , 2 (3), 192−221. Norris, DF, & Moon, MJ (2005). Advancing E-Government at the grassroots: Tortoise or hare? Public Administration Review , 65 (1), 64−75. Pan, S. -L., Tan, C. -W., & Lim, ETK (2006). Customer relationship management (CRM) in E-Government: A relational perspective. Decision Support Systems , 42 (1), 237−250. Perry, JL, & Danziger, J. (1979). The adoptability of innovations: An empirical assessment of computer applications in local government. Administration and Society , 11 (4), 460−492. Perry, JL, & Kraemer, KL (1979). Technological innovation in American local governments: The case of computing. New York: Pergamon Press. Pieterson, W., & van Dijk, J. (2007). Channel choice determinants; an exploration of the factors that determine the choice of a service channel in citizen initiated contacts. In Proceedings of the 8th annual international conference on digital government research: Bridging disciplines and domains (Philadelphia, Pennsylvania, May 20 – 23, 2007) . Retrieved January 5, 2008 from http://portal.acm.org/portal.cfm Premkumar, G., & Roberts, M. (1999). Adoption of new information technologies in rural small businesses. The International Journal of Management Science (OMEGA) , 27 (4), 467−484. Tabel 9 OLS regression of the sophistication of the centralized customer service system reporting kemampuan Beta coefficient t-statistik Prob. signifikan Council-manager 0.55 2.37 0.02 Mayor-council 0.12 0.54 0.59 Central City -0.25 −1.44 0.16 Western US 0.20 1.31 0.20 FTE employees 0.07 0.37 0.71 Citizen-initiated contact -0.14 −0.82 0.42 Anggaran TI 0.30 1.41 0.17 Website sophistication 0.15 0.87 0.39 Adjusted R 2 =0.18 225 CG Reddick / Government Information Quarterly 26 (2009) 219 – 226
Halaman 8
Rogers, E. (1995). Diffusion of innovation. New York: The Free Press. Schellong, A. (2005). CRM in the public sector: Towards a conceptual research framework. Proceedings of the 2005 national conference on digital government research (Atlanta, Georgia, May 15 – 18, 2005) . Retrieved January 5, 2008 from http:// portal.acm.org/portal.cfm Schellong, A., & Langenberg, T. (2007). Managing citizen relationships in disasters: Hurricane Wilma, 311 and Miami-Dade County. Proceedings of the 40th annual Hawaii international conference on system sciences (January 03 – 06, 2007) . Diperoleh January 5, 2008 from http://portal.acm.org/portal.cfm Silva, R., & Batista, L. (2007). Boosting government reputation through CRM. The International Journal of Public Sector Management , 20 (7), 588-60. Silverman, RM (2006). Central city socio-economic characteristics and public participation strategies: A comparative analysis of the Niagara Falls region's municipalities in the USA and Canada. The International Journal of Sociology and Social Policy , 26 (3/4), 138−153. Streib, G., & Navarro, I. (2006). Citizen demand for interactive E-Government: The case of Georgia consumer services. American Review of Public Administration , 36 (3), 288−300. Thomas, JC, & Streib, G. (2003). The new face of government: Citizen-initiated contacts in the era of E-Government. Journal of Public Administration Research and Theory , 13 (1), 83−102. Thong, J. (1999). An integrated model of information systems adoption in small business. Journal of Management Information Systems , 15 (4), 187−214. Tolbert, CJ, & Mossberger, K. (2006). The effects of E-Government on trust and confidence in government. Public Administration Review , 66 (3), 354−369. Tornatsky, LG, & Fleischer, M. (1990). The process of technological innovation. Lexington, MA: Buku Lexington. Weare, C., Musso, JA, & Hale, ML (1999). Electronic democracy and the diffusion of municipal web pages in California. Administration & Society , 31 (1), 3−27. Welch, EW, Hinnant, CC, & Moon, MJ (2005). Linking citizen satisfaction with E- Government and trust in government. Journal of Public Administration Research and Theory , 15 (3), 371−391. West, DM (2004). E-Government and the transformation of service delivery and citizen attitudes. Public Administration Review , 64 (1), 15−27. Christopher G. Reddick is an associate professor and Department Chair in the Department of Public Administration, the University of Texas at San Antonio (UTSA), San Antonio, USA. Dr. Reddick's research and teaching interests are in all areas of public administration, with a focus on electronic government, public sector financial management and employee health benefits. Some of his publications can be found in Public Budgeting & Finance, Government Information Quarterly, Financial Account- ability and Management, Social Science Computer Review, e-Service Journal, Journal of E-government, International Journal of Electronic Government Research, Municipal Finance Journal and the Review of Public Personnel Administration. 226 CG Reddick / Government Information Quarterly 26 (2009) 219 – 226Masquerade : kerja sama dalam tim.
- Mendengarkan kata pemimpin
- tanggung jawab diri sendiri terhadap peran masing-masing.
- tim : -kumpulan orang
-tujuan visi misi sama
-keberhasilan
- Dapat mencoba peran pemimpin.
- Kepemimpinan muncul dari dalam diri

Eifle
- Sebuah tim memiliki tujuan tertentu
- Waktu dapat menjadi tekanan
- Harus mencari strategi dalam memecahkan masalah.
- Harus berbagi Peran
- Jika peran sedikit pasti banyak omong.
- Kalau membuat tim bagilah peran dengan tepat
- Adil Bukan berarti sama
- Kalau tidak mau dipimpin belajarlah memimpin.
- Semua peran bisa membantu tetapi jangan merepotkan.
Share
















  •  









Tips
Rahasia Lolos Seleksi Psikotes


Sep 29th, 2008 | By admin | Category: Tips Karir




Dewasa ini, hampir semua perusahaan menggunakan Phsicology
Test
/Tes Psikologi atau psikotes/psikotest sebagai bagian dalam tahapan
penerimaan calon pegawai.
Keunikan dari tes ini adalah
pada “ketidakpastiannya”.
Mengapa? Karena faktor ini dapat memutarbalikan perhitungan logis potensi
seseorang.
Sebagai contoh, seseorang lulusan perguruan tinggi terbaik di
negeri ini dengan IPK : 3 koma dan berpengalaman sebagai
asisten dosen, tidak dapat lolos dari lobang jarum ujian psikotes sehingga
akhirnya harus berwirausaha karena belum pernah mampu melewati psikotes untuk
diterima bekerja di sebuah perusahaan. Memang ini ironi,
namun ini fakta.
Psikotes memang merupakan fenomena
tersendiri bagi para pelamar kerja.
Penulis juga pernah menghadapi hal
serupa, untuk kemudian harus bangkit melalui proses “learning by doing”.
Penulis bukan seorang psikiater maupun phsicology tester, namun
beberapa tips yang akan di-share berikut ini,
berdasarkan pengalaman penulis ketika menghadapi psikotes, diharapkan mampu
membantu mengurangi kegagalan psikotes Anda:

1. Tes Logika Aritmatika. Tes ini terdiri atas deret angka.
Yang diukur dalam tes ini adalah kemampuan analisa anda dalam memahami
pola-pola/kecenderungan tertentu (dalam wujud deret angka) untuk kemudian
memprediksikan hal-hal lain berdasarkan pola tersebut. Tipsnya: 1) jangan
terpaku pada deret hitung atau deret ukur perhitungan matematika saja yaitu
jangan terpaku pada 3 -4 angka terdepan dalam deret namun adakalanya anda
melihat deret secara keseluruhan karena pola bisa berupa urutan, pengelompokan
berurutan maupun pengelompokan loncat. 2) Ingat keterbatasan waktu. Jangan terlalu asyik dan terpaku hanya pada sebuah soal yang
penasaran ingin anda pecahkan, lompati ke soal berikutnya karena terkadang soal
di bawahnya lebih mudah dipecahkan dibandingkan soal sebelumnya.
3) Anda
bisa melatih kemampuan anda ini dari buku-buku tes UMPTN/SPMB untuk materi
deret hitung/deret ukur. Contoh:

- 16 8 4 2 1 1/2 … …

- 45 15 18 6 9 3 … …

2. Tes Logika Penalaran. Tes ini terdiri atas deret gambar
baik 2 maupun 3 dimensi. Yang ingin diukur dalam tes ini adalah kemapuan anda
dalam memahami pola-pola/kecenderungan tertentu (dalam wujud gambar) untuk
kemudian melakukan prediksi berdasarkan pola anda tersebut: Tipsnya:
konsetrasi, hati-hati dan teliti. Karena bentuk-bentuk yang ditawarkan hampir
serupa walau tak sama.Contoh:

LOGIKA

3. Analog Verbal Test. Tes
ini terdiri atas 40 soal yang berisi sinonim/antonim/analog suatu kata. Yang diukur dalam tes ini adalah kemampuan logika anda terhadap
sebuah kondisi, untuk melihat sejauh mana anda memahami sebab-akibat suatu
permasalahan.
Tipsnya: Apabila anda bermasalah dengan konsentrasi dan
logika, anda bisa mem-bypass-nya dengan menghafal soal dan jawaban.
Karena beberapa kali penulis menghadapi tes in, soal yang diberikan relatif sama. Contoh:

- wanita : kebaya = pria :

- a. sepatu b. baju c.
topi d. jas

- kubus : pyramid = empat persegi :

- a. peti b. mesir c.
pentagon d. segitiga

4. Kraeplien/Pauli. Tes ini terdiri atas gugusan angka-angka yang tersusun secara
membujur (atas-bawah) dalam bentuk lajur-lajur.
Calon
pegawai diminta untuk menjumlahkan dua angka yang berdekatan dalam waktu
tertentu di setiap kolom dan menuliskan disampingnya.
Yang
diukur dalam tes ini adalah konsistensi, ketahanan, sikap terhadap tekanan,
kemampuan daya penyesuaian diri, ketelitian sekaligus kecepatan dalam
mengerjakan suatu pekerjaan.
Tipsnya : 1)
Jangan sekalipun menggunakan pensil mekanis dalam tes ini melainkan pensil
biasa atau pulpen saja, karena tes ini sangat terikat dengan waktu. Pensil mekanis membutuhkan di-reload ketika ujung
granitnya habis, mekanisme ini membutuhkan waktu sekitar 0.5-1 detik.
Apabila anda melakukan reload dalam 10 lajur berarti anda telah kehilangan
waktu 5-10 detik. 2) Usahakan jumlah angka yang dijumlahkan di masing-masing
kolom stabil. Hasilnya akan lebih baik jika
dibandingkan anda memaksakan diri di awal tes namun tergopoh-gopoh di
pertengahan dan akhir tes. Kendalikan diri anda untuk
menghemat tenaga.
3) Jangan sekalipun melakukan cheating
terhadap waktu maupun hasil penjumlahan. Hal ini akan
merugikan anda sendiri karena justru untuk cheating anda akan
membutuhkan waktu sekian detik untuk memutuskan dan itu berarti justru membuang
waktu dan memubuat grafik penjumlahan anda tidak alami. 4) Hal yang paling
penting dari keseluruhan tes kraeplein adalah konsentrasi. Terkadang
anda akan merasa blank padapertengahan tes,
namun anda harus bisa bangkit & fokus lagi pada tes. Untuk
itu kondisi fisik sangat berpengaruh.
Usahakan tidak
begadang dan sarapan dahulu sebelum berangkat tes karena model tes ini sangat
menyedot energi anda.

5. Wartegg Test. Tes ini
terdiri atas 8 kotak yang berisi bentukan-bentukan tertentu seperti titik,
garis kurva, 3 garis sejajar, kotak, dua garis saling memotong, dua garis
terpisah, tujuh buah titik tersusun melengkung dan garis melengkung. Anda akan diminta menggambar kemudian menuliskan urutan gambar
yang telah anda buat, lalu menuliskan nomor gambar mana paling disukai, tidak
disukai, sulit dan mudah menurut anda. Yang diukur dalam tes
ini adalah emosi, imajinasi, intelektual dan aktifitas subjek.
Contoh:

WARTEGG_TEST

Tipsnya adalah: 1) Urutan menggambar sebaiknya anda buat kombinasi antara
sesuai nomor dan acak. Misalnya 1,2,3,4 kemudian 8,7,6,5.
Karena apabila anda menggambar berdasarkan urutan 1,2,3,4,5,6,7,8 anda
dipandang HRD sebagai orang yang kaku/konservatif sedangkan apabila anda
menggambar secara acak misalnya 5,7,6,8,3,2,4,1 anda akan dipandang HRD sebagai
orang yang terlalu kreatif, inovatif dan cenderung suka akan ‘breaking the
low
‘. 2) Kalau anda bergender lelaki jangan mulai dengan nomor 5, karena
beberapa anggapan menyebutkan hal ini berpengaruh terhadap orientasi seks anda.
Berikut ini adalah salah satu contoh pengerjaan yang pernah digunakan penulis
untuk melewati tahap psikotes ini:

JAWABAN_WARTEGG_TEST

6. Draw A Man Test (DAM).
Tes ini mengharuskan anda untuk menggambar sesorang, untuk kemudian anda
deskripsikan usia, jenis kelamin dan aktifitas orang
tersebut. Tes ini dipergunakan untuk mengatahui tanggung
jawab, kepercayaan diri, kestabilan dan ketahanan kerja.
Tipsnya: 1)
Gambarlah orang tersebut secara utuh mulai dari ujung kepala sampai ke ujung
kaki, termasuk detil muka seperti mata, hidung, mulut dan telinga. 2) Gambarlah
orang tersebut dalam keadaan sedang melakukan aktifitas, misalnya pak tani
sedang membawa cangkul, eksekutif muda sedang menenteng koper dsb.

7. Army Alpha Intelegence Test.
Tes ini terdiri atas 12 soal yang berisi kombinasi deretan angka dan
deretan bentuk. Soal satu soal kadang terkait dengan soal
sebelumya.
Yang diukur dalam tes ini adalah kemampuan
daya tangkap Anda dalam menerima dan melaksanakan instruksi dengan cepat dan
tepat.
Tipsnya : konsentrasilah kepada apa yang
dikatakan narator, karena narator tidak akan mengulang instruksi tersebut dan
waktu yang diberikan sangat terbatas. Sabar, jangan terburu
menjawab, sebelum narator selesai memberikan instruksi.
Contoh:

Narator akan mediktekan soal sebagai berikut : “Coretlah angka ganjil dalam kotak dan coretlah
angka genap yang berhuruf dalam lingkaran, kerjakan!” dan pada lembar jawaban
akan diberikan gambar sebagai berikut:

ARMY_ALPHA_INTELEGENCE

8. Menggambar Pohon. Tes ini terdiri atas tugas untuk
menggambar pohon dengan kriteria : berkambium (dicotyl),
bercabang dan berbuah. Sehingga tidak diperbolehkan kepada
anda menggambar pohon jenis bambu, pisang, semak belukar ataupun jenis tanaman monocotyl
lainnya.
Tipsnya : 1) Pada setiap tes
menggambar pohon yang pernah dilalui, penulis selalu menggambar pohon nangka. Karena pohon tersebut mewakili jenis tanaman dicotyl / berkambium.
2) Walaupun anda tidak begitu pandai dalam hal menggambar, usahakan
menggambar secara detil dan rinci setiap komponen dari pohon tersebut seperti
tangkai, bentuk daun, kerapatan daun, buah, akar bahkan alur pohon. 3) Untuk
hasil yang lebih maksimal, fotolah pohon tersebut, pelajari karakter jenis
pohonnya, kemudian latihlah kemampuan menggambar anda dengan mengacu pada foto
tersebut.

9. Edwards Personal Preference Schedule
(EPPS).
Tes ini terdiri atas pilihan-pilhan jawaban
yang paling mencerminkan diri anda.
Tes ini
dipergunakan untuk mengetahui seberapa besar motivasi, kebutuhan dan motif
seseorang.
Tipsnya: 1) Jawablah setiap pertanyaan dengan jujur sesuai
dengan kondisi anda, setidaknya yang paling mendekati, karena pertanyaan akan berulang di nomor-nomor berikutnya, sehingga apabila
jawaban anda tidak sinkron, hal ini akan merugikan Anda. Kejujuran anda terkait
dengan cerminan kesesuaian diri anda terhadap lowongan pekerjaan yang anda lamar. 2) Secara keseluruhan, tes EPPS ini memang paling
sulit untuk di-adjustment (diakali), namun setidaknya ada beberapa
pertanyaan yang bisa di-adjustment untuk disesuaikan dengan lowongan
pekerjaan yang anda pilihan. Misalnya ketika anda melamar
menjadi pegawai Bank, pilihlah jawaban-jawaban yang mencerminkan kejujuran,
keteraturan, kedisiplinan dan mampu bekerja dalam teamwork.
3)
Karena sulitnya proses adjusment tehadap tes ini, jalan paling praktis
yang dapat ditempuh adalah memperbaiki diri (self improvement) anda
dalam segala hal, setup diri anda menjadi seakan-akan seseorang profesional
dalam setiap tingkah laku keseharian anda seperti: jujur, tepat janji, tanggung
jawab dan disiplin. Karena cerminan pola pikir dan tingkah laku positif diri
anda, akan tertuang tanpa anda sadari dalam hasil tes.
Contoh Soalnya:

- A. Saya suka memuji orang yang saya kagumi

- B. Saya ingin merasa
bebas untuk melakukan apa saja yang saya kehendaki

- A. Saya merasa bahwa dalam banyak hal saya kalah
dibandingkan orang lain

- B. Saya suka
mengelakkan tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban

10. Learning By Doing.
Pengalaman memang guru yang paling baik. Lakukan
perbaikan-perbaikan secara continue baik terhadap diri anda maupun
terhadap kemampuan anda, di setiap psikotes yang anda hadapi. Misalnya seperti : melatih diri terhadap kesalahan/kesulitan yang
dihadapi pada psikotes sebelumnya, membaca kembali materi psikotes secara
keseluruhan semalam sebelum menghadapi psikotes (refreshment) dan
mempersiapkan fisik sebaik-baiknya karena pada dasarnya psikotes akan selalu
Anda kerjakan dalam keadaan tegang dan tekanan. Karena dengan mekanisme
tersebut, psikotes bukan meruapakan momok yang harus anda hindari, namun anda akan lambat laun berteman dan akrab dengan psikotes































Share